Sejarah Ciputra, Bapak Real Estate Indonesia
Kamis, 21 Februari 2019
Ciputra lahir dengan nama Tjie Tjin Hoan di Parigi, Sulawesi Tengah, ia anak bungsu dari tiga bersaudara. Pada usia 12 tahun, Ciputra menjadi yatim. Oleh tentara pendudukan Jepang, ayahnya, Tjie Siem Poe, dituduh anti-Jepang, ditangkap, dan meninggal dalam penjara itu, ibunyalah yang mengasuhnya penuh kasih. Sejak itu pula Ci harus bangun pagi- pagi untuk mengurus sapi piaraan, sebelum berangkat ke sekolah. Keluarga Ciputra hidup dari hasil ibunya berjualan camilan elok kecil-kecilan
Dengan bekal ketekunan dan kegigihan dalam mencar ilmu Ciputra berhasil masuk ke ITB dan menentukan Jurusan Arsitektur. Pada tingkat IV, ia, bersama dua temannya, mendirikan perjuangan konsultan arsitektur bangunan dimana perjuangan awal ini merupakan tonggak dari kesuksesan Ciputra di masa depan dengan bendera Jaya Group.
Beberapa proyek yang dikelola oleh Ciputra merupakan proyek-proyek yang fenomenal. Siapa yang tidak tahu dengan Taman Impian Jaya Ancol yang merupakan visi Ciputra merubah lahan rawa menjadi suatu sentra rekreasi terbesar di Indonesia. Kawasan elit Pondok Indah juga merupakan ilham Ciputra untuk menciptakan salah satu real estate elite pertama di Indonesia. Bersama para pebisnis raksasa lainnya Ciputra membentuk Metropolitan Group dan membangun suatu daerah yang tadinya sama sekali tidak dilirik orang yaitu daerah Serpong.
Pada tahun 1997 terjadilah krisis ekonomi. Krisis tersebut menimpa tiga group yang dipimpin Ciputra: Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group. Bisa dibilang hasil jerih payah Ciputra selama ini hampir lenyap semua oleh hantaman krisis ekonomi yang melanda. Hutang yang menumpuk harus dihadapi oleh Ciputra. Periode ini merupakan periode yang sangat menyesakkan bagi Ciputra. Namun dengan prinsip hidup yang berpengaruh Ciputra bisa melewati masa itu dengan baik.
Dengan keteguhan hati dan sifat pantang mengalah disertai ”keberuntungan” ibarat adanya kebijakan moneter dari pemerintah, diskon bunga dari beberapa bank sehingga ia menerima kesempatan untuk merestrukturisasi utang-utangnya. Akhirnya bisnis Ciputra sanggup bangun kembali dan sekarang Group Ciputra telah bisa melaksanakan perluasan perjuangan di dalam dan ke luar negeri
Ciputra memang hampir tidak pernah mandek. Untuk melengkapi 11 unit kemudahan hiburan Taman Impian Jaya Ancol (TIJA), Jakarta. Proyek perjuangan Jaya Group yang cukup menguntungkan telah dibangun ‘Taman Impian Dunia’. Di dalamnya termasuk ‘Dunia Fantasi’, ‘Dunia Dongeng’, ‘Dunia Sejarah’, ‘Dunia Petualangan’, dan ‘Dunia Harapan’. Sekitar 137 ha areal TIJA yang tersedia, karenanya, dinilai tidak memadai lagi. Sehingga, melalui pengurukan maritim (reklamasi) dibutuhkan sanggup memperpanjang garis pantai Ancol dari 3,5 km menjadi 10,5 km.
Masa kanak Ciputra sendiri cukup sengsara. Lahir dengan nama Tjie Tjin Hoan di Parigi, Sulawesi Tengah, ia anak bungsu dari tiga bersaudara. Dari usia enam hingga delapan tahun, Ci diasuh oleh tante-tantenya yang ”bengis”. Ia selalu kebagian pekerjaan yang berat atau menjijikkan, contohnya membersihkan tempat ludah. Tetapi, datang menikmati es gundul (hancuran es diberi sirop), tante-tantenyalah yang lebih dahulu mengecap rasa manisnya. Belakangan, ia menilainya sebagai hikmah tersembunyi. ‘Justru alasannya yaitu asuhan yang keras itu, jiwa dan langsung aku ibarat digembleng’ kata Ciputra.
Pada usia 12 tahun, Ciputra menjadi yatim. Oleh tentara pendudukan Jepang, ayahnya, Tjie Siem Poe, dituduh anti-Jepang, ditangkap, dan meninggal dalam penjara. ‘Lambaian tangan Ayah masih terbayang di pelupuk mata, dan jerit Ibu tetap terngiang di telinga’ tuturnya sendu. Sejak itu, ibunyalah yang mengasuhnya penuh kasih. Sejak itu pula Ci harus bangun pagi-pagi untuk mengurus sapi piaraan, sebelum berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki sejauh 7 km. Mereka hidup dari penjualan camilan elok ibunya.
Atas jerih payah ibunya, Ciputra berhasil masuk ke ITB dan menentukan Jurusan Arsitektur. Pada tingkat IV, ia, bersama dua temannya, mendirikan perjuangan konsultan arsitektur bangunan berkantor di sebuah garasi. Saat itu, ia sudah menikahi Dian Sumeler, yang dikenalnya saat masih sekolah Sekolah Menengan Atas di Manado. Setelah Ciputra meraih gelar insinyur, 1960, mereka pindah ke Jakarta, tepatnya di Kebayoran Baru. ‘Kami belum punya rumah. Kami berpindah-pindah dari losmen ke losmen’ tutur Nyonya Dian, ibu empat anak. Tetapi dari sinilah awal sukses Ciputra.
Ciputra telah sukses melampaui semua orde; orde lama, orde baru, maupun orde reformasi. Dia sukses membawa perusahaan daerah maju, membawa perusahaan sesama koleganya maju, dan karenanya juga membawa perusahaan keluarganya sendiri maju. Dia sukses menjadi referensi kehidupan sebagai seorang manusia. Memang, ia tidak menjadi konglomerat nomor satu atau nomor dua di Indonesia, tapi ia yaitu yang TERBAIK di bidangnya: realestate.
Pada usianya yang ke-75, saat karenanya ia harus memikirkan dedikasi masyarakat apa yang akan ia kembangkan, ia menentukan bidang pendidikan. Kemudian didirikanlah sekolah dan universitas Ciputra. Bukan sekolah biasa. Sekolah ini menitikberatkan pada enterpreneurship. Dengan sekolah kewirausahaan ini Ciputra ingin menyiapkan bangsa Indonesia menjadi bangsa pengusaha.
salam Sukses!
